Ramadhan Bentar Lagi Berlalu

Tak terasaya Ramadhan bentar lagi berlalu. Ada banyak kenangan yang sulit kuhapus dari ingatanku. Ramadhan indah nan syahdu itu besok akan usai seiring dengan perjalan waktu. Akankah kita akan bersama lagi tahun depan? Wallahu A’lam Bissowab. Hanya Tuhan sang maha pencipta yang punya kartu tentang nasib manusia. Kita hanya berdoa dan berharap semoga diketemukan kembali ramadhan yang penuh mulia ini.

Hari ini kunikmati detik-detik akhir ramadhan itu bersama suami jalan-jalan menelusuri pantai Grajakan. Pantai yang dulu pernah menjadi primadonanya warga Banyuwangi, ya pantai itu sempat ramai pengunjung dan jadi jujukan wisatawan untuk sekedar menghilangkan kepenatan dari panasnya persaingan dunia. Pantai dengan segudang cerita dan sejarah. Cerita-cerita mistis itu hingga kini masih terngiang diingatanku. Dari mulai korban terseret ombak hingga cerita sejarah mistik soal larangan berpakain merah.

Namun, cerita-cerita itu tinggal kenangan. Perjalanan pantai Grajakan untuk menapaki tangga derajat lebih mulia, kenyataannya tak semulus dengan realita. Keindahan yang dulu dielu-elukan oleh banyak orang kini menjadi puing-puing cerita yang kian pudar. Generai Z yang saat ini menjadi penguasa media sosial tak begitu banyak mengenal pantai Grajakan. Mereka tahu kalau Grajakan tak lebih sekedar dari pantainya nelayan pencari ikan, bukan pantai wisata yang layak untuk menjadi jujukan berwisata. Kalah tenar dengan Pantai Boom, Pulau Merah dll yang notabene masih baru kemarin.

Siang menjelang sore itu aku dan suami melihat Grajakan seperti pantai wisata yang sudah tak begitu terurus. Suamiku bilang mungkin sekarang sudah beralih status menjadi pantai “mantan” wisata. Dari akses jalan menuju lokasi sudah pada rusak, plang yang termakan usia dan sampah-sampah yang tak terurus oleh pengurus. Itu semua menjadi bukti soalah pantai ini mulai terlupakan.

Sembari melihat panora pantai yang ombaknya sudah tak segarang dulu, aku dan suami duduk di tepi pantai sesekali mengingat masa lalu tentang indahnya pantai Grajakan yang tak lagi indah. Terlihat pula bebarapa wisatawan lokal sedang bersama keluarga menikmati hidangan santap sore di tengah orang lain sedang menjalankan ibadah puasa. “Podo ora poso wonge” Celutekan suamiku. “Ya mungkin bukan non muslim” Timpalku sambil berhusnudhon. Walau sebenarnya aku juga sering dikejutkan orang-orang dengan santainya makan/merokok di tempat terbuka.

Zaman sekarang sudah berubah, segalanya mengalami metamorfosis. Perubahan perilaku, gaya hidup, hedon, gak bisa dipaksakan kembali ke zaman tempo dulu, termasuk bulan puasa, dimana ramadhan baik muslim maupun non muslim punya rasa malu atau paling tidak gak berada di tempat terbuka.

Aku anggap ini ujian akhir zaman, tapi bukan akhir dari segalanya. Selagi ulama masih istiqomah menyerukan kebaikan, umat masih cinta alqur’an, generasi masih senang belajar agama. Atmosfir bulan puasa akan terus berjalan sesuai kodratnya, meski tak se khitmah dan se indah masa silam.

Hari raya sudah diambang pintu. Riak-riak kecil tentang lebaran, takbir keliling dan tak ketinggalan baju baru menjadi trending topik dimana-mana, tak luput di media sosial. Seolah-olah hari raya telah tiba. Tak sadar jika puasa masih berjalan.

Kotemplasi hati bareng suami di tepi pantai yang tak direncakan itu sudah kian sore, aku dan suami memutuskan untuk segera meninggalkan lokasi karena anak-anakku sepertinya sedang menunggu di rumah untuk persiapan berbuka.

Karena ini buka puasa terakhir bulan ramadhan. Aku harus berada ditengah-tengah mereka. Alhamdulillah tahun ini Fatimah dan Muhammad juga sedang berlatih berpuasa. Karena momentum terindah bagiku di bulan ramadhan adalah berbuka tengah-tengah keluarga.

Ramadhan bentar lagi berlalu. Bagaimana baju barumu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *